Senin, 17 Mei 2010

Mahkumjakpol, alat lain menuju KKN era demokrasi?

Pembentukan mahkumjakpol (forum koordinasi Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia) di istana negara , jakarta (4/5), di prediksi menjadi sarat korupsi dan kolusi. Pembentukan penegakan hukum dengan satu atap seperti ini, dituding akan mengulang tradisi praktik penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orde baru yang pernah dilalui oleh sejarah bangsa indonesia.

Ketidakterlibatan KPK merupakan hal yang wajib dicurigai karena KPK memiliki kecenderungan sebagai penindak tegas dan anti kompromi terhadap aktivitas korupsi yang menciderai arti kebersihan bernegara. Berkaca dari pengalaman masa lalu, bahwa tindak pidana korupsi menjadi begitu mudah terjadi ketika badan badan yang memiliki otoritas tersebut bergabung.

Setelah mantan kabareskrim susno duaji membeberkan tindak pidana korupsi yang melibatkan banyak pejabat tnggi kepolisian dan perpajakan serta kejaksaan agung, dinilai terjadi interdependensi antara lembaga hukum yang berwenang dalam menangani perkara tindak pidana korupsi, malah terlibat.

Kita bisa bayangkan apakah yang terjadi bila badan badan hukum yang sangat berwenang dalam pemberantasan permasalahan hukum ini bergabung, praktik tindak pidana korupsi akan menjadi lebih mudah terjadi karena mereka berdiri dalam satu kesatuan.

Konsultasi dan koordinasi antar lembaga merupakan hal yang sangat riskan dan menjadi masalah klasik yang bisa memicu terjadinya praktik praktik KKN.

Disinyalir politik uanglah yang menjadi isu utama sulitnya penegakan hukum indonesia yang bersih. Dibutuhkan kesadaran yang mendasar, sanksi yang memberi efek jera terhadap pelaku KKN, dan penanaman anti korupsi sejak dini agar permasalahan KKN ini bisa deiberantas hingga akarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar