Tampilkan postingan dengan label Tulisan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tulisan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 Oktober 2010

Arti Sebuah Nama

Apa yang anda bayangkan ketika mendengar nama Muhammad Zaenudin disebutkan?penceramah kondang bersorban yang diarak oleh warga dan disambut oleh pegawai pemerintah daerah dengan musik-musik islami, berjenggot, bergamis, dan juga sering muncul muncul di baliho undangan perayaan hari besar keagamaan layaknya ulama-ulama besar?anda kurang tepat. Zaenudin disini adalah Zaenudin yang tidak menggunakan akhiran MZ seperti yang sering tampil memenuhi layar kaca anda ketika menjelang bedug Magrib di bulan suci Ramadhan atau ada di spanduk undangan pinggir jalan tempat akan diadakannya hari besar keagamaan.
Berawal ketika Zainudin MZ, Ustadz dan penceramah sebenarnya, mendapatkan hadiah sebuah mobil Mercedez-Benz dari orang nomor satu di Indonesia pada waktu itu, Presiden Soeharto. Tepat di momen bahagia itulah makhluk imut, yaitu saya, menghirup udara untuk pertama kalinya di dunia ini. Berangkat dari anugrah inilah yang membuat ayah saya sibuk mencari nama yang tepat untuk anak lelaki terakhir dan satu-satunya ini. Karena ayah saya adalah seorang muslim yang taat sehingga nama yang diberikan kepada semua anaknya selalu di bumbui dengan aroma keislaman. Diyani Alawiyah, Mindiyani Astuti, dan Siti Aisiyah adalah nama kakak-kakak saya yang tidak luput dari kentalnya identitas seorang muslim. Setelah lama berpikir, pada akhirnya Muhammad-lah yang menurut beliau tepat dipasangakan dengan Zaenudin (tanpa MZ tentunya J). Dengan harapan nantinya saya akan menjadi seorang muslim yang taat seperti Nabi Muhammad serta nasib baik yang juga akan selalu bersama saya setiap waktunya seperti peristiwa yang terjadi pada Ust. Zainudin MZ ketika menerima mobil dari presiden ke dua kita waktu itu.
Apa arti sebuah nama?jika Shakesphere menyatakan tiadalah artinya, maka menurut saya adalah sebaliknya.  Nama adalah doa dan harapan yang disematkan kepada pribadi seorang anak. Pastinya tidak mudah menentukan bahwa nama saya, seperti yang saat ini, diputuskan dan diberikan pada saya ketika saat itu. Sehingga saya penasaran apakah makna harfiah yang sebenarnya hingga orang tua saya sulit-sulit menemukan nama ini.  Setelah sibuk mencari, ternyata memang benar nama yang diberikan pada saya maknanya begitu sangat hebat, besar, dan mulia. Muhammad diartikan sebagai berdoa dengan baik, jalan yang tentram, merdeka, bahagia, dan sempurna. Sampai saya ketika mengetahui maknanya dan menulisnya pada artikel ini membuat saya benar-benar ingin meneteskan air mata haru, betapa kuatnya karakter dan harapan yang beliau identitaskan pada saya. Sungguh luar biasa.
Saya adalah pribadi muslim biasa yang tidak terlalu fanatik dalam beragama. Saya tidak pernah berkumpul dalam kluster-kluster besar(berbondong-bondong –red)mengikuti pertemuan bersama habib-habib ternama layaknya seperti yang diadakan di lapangan monas atau tempat lain dengan jenis acara serupa. Saya hanya menjalankan apa yang memang seharusnya saya jalankan (yang wajib saja –red). Karna saya belum mampu menjadikan menu rohani sebagai menu tunggal dan utama untuk dinikmati dalam hidup. Menurut saya, kita juga diciptakan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan non-duniawi tetapi harus menjaga keduanya, duniawi dan non duniawi, agar dua hal tersebut seimbang.
Ayah saya adalah pemuka agama di lingkungan rumah. Di satu sisi nama yang disematkan pada saya ini membuat saya malu jika saya tidak menjalankan agama sesuai syariat. Tetapi disisi lain nama ini menjadi sebuah motivasi khusus bagi saya mengingat makna dan harapan yang berada dibaliknya begitu sangat indah dan mulia.
Saya berencana untuk melanjutkan studi saya di Benua Biru, Inggris ataupun negeri tempat seorang Jendral besar Napoleon Bonaparte tumbuh, ya Perancis. Atau juga negeri tempat suku Indian bertempat, ya benar lagi; Amerika. Sering terdengar di media bahwa seorang muslim yang akan memasuki negeri tersebut mereka akan dipersulit lewat proses-prosesnya. Salah satu proses itu berawal dari identisasi sebuah nama, Muhammad Zaenudin pasti akan berlama-lama dalam proses interogasi jika memasuki bandara negeri-negeri barat tersbut. Pernah terlintas di benak saya pikiran bodoh, “Mungkin Alexander Maximlien baik untuk menggantikan nama saya sekarang, atau Lionel Frederick Kanoute seperti halnya gabungan dua nama pesepak bola besar di benua Eropa, sepertinya juga terdengar lebih keren”. Tetapi saya berpikir bahwa bodoh jika saya hanya berorientasi pada hal-hal kecil yang tidak layak untuk dipersoalkan berkaitan dengan nama ini. Jika dibandingkan kembali kepada makana dan harapan orangtua saya yang besar, indah, gilang gemilang terhadap nama ini.
Jadi menurut pendapatmu, masih pentingkah arti sebuah nama? Kalau saya sih sangat J

Senin, 17 Mei 2010

UN, Momen Dicecerkannya Konstruksi Pendidikan Generasi Penerus

Berdasarkan situs resmi Menkokesra (5/6/09), Indonesia berada di tingkat 109 dari 179 negara dalam indeks perkembangan manusia (HDI; Human Development Index) di bawah Malaysia, Thailand, Philipina, dan Singapura (2006).

Indeks ini dapat digunakan untuk menentukan ranking kesejahteraan suatu bangsa dibandingkan dengan bangsa lain. Termasuk indikator di dalamnya adalah kesejahteraan yang diukur dari sumber daya manusia sebagai produk hasil proses pendidikan.

Ranking tersebut mengindikasikan bahwa sumber daya manusia Indonesia berada dalam level rendah.

Sumber daya manusia Indonesia yang berada dalam level rendah tersebut juga memberi isyarat bahwa pengaturan sistem pendidikan kita berada pada tingkat yang miris bila disandingkan dengan jumlah total populasi manusia yang ada di negeri ini sekarang.

Hadirnya Ujian Nasional

Hadirnya ujian nasional (UN) berdasarkan UU No. 23 Thn 2003 selama lima tahun belakangan, yang diselenggarakan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), membuat sistem pendidikan Indonesia kian terpuruk. Hadirnya UN dinilai banyak kalangan tidak menghargai proses belajar anak didik.

Mengapa UN bisa mengacaukan konstruksi proses pembelajaran atau dengan kata lain hasil proses belajar menjadi tidak efektif?

Kurang Mengeksplorasi Kemampuan Berpikir

Sistem penilaian seperti UN hanya menilai kemampuan yang berorientasi pada ranah kognitif. Terabaikannya aspek-aspek afektif seperti kreatif, mandiri, inovatif, dan juga demokratis merupakan hal yang tidak bisa dihindari.

Menurut Caesillia Ika Widanti M. Psi. dosen Psikologi Pendidikan di Sampoerna School of Education, “Soal-soal UN merupakan soal pilihan ganda yang tidak mengeksplorasi tingkat pemahaman siswa yang lebih tinggi, artinya soal tersebut kurang menggali kemampuan berpikir anak”.

Hal ini menjadikan esensi proses belajar dan mengajar yang berisikan bukan hanya materi pengajaran tetapi juga kearifan sosial anak didik menjadi tidak bermakna sama sekali. Dengan UN, siswa didrill untuk mengerjakan soal-soal pilihan ganda yang sudah memiliki pola-pola tertentu, sehingga kreativitas siswa cenderung dibatasi.

Penilaian Pemahaman Tidak Menyeluruh

Sistem penilaian eksesif objektif seperti UN ini tidak memfasilitasi siswa dan siswi yang memiliki kemampuan di luar kemampuan kognitif. UN tidak bisa menjadi barometer kemampuan anak, karena sistem penilaian seperti ini tidak menjangkau sisi pemahaman anak didik secara menyeluruh.

Semisalnya anak yang pintar dalam bidang olahraga dan seni belum tentu pintar di bidang matematika yang notabene akan diujikan dalam UN.

UN hanya akan membuat mental siswa seperti mereka terjerembab dalam degradasi mental dan moral yang dapat memaksa mereka melakukan hal-hal di luar dugaan, menghilangkan potensi lain selain potensi akademis yang ada pada orang-orang tersebut, dan juga akan menambah permasalahan baru yang berkaitan dengan dampak psikologis terhadap siswa-siswi tersebut.

“Stres dengan ujian nasional dan pemahaman bahwa ujian adalah suatu momok yang menakutkan adalah dampak psikologis yang tidak bisa dihindari bagi siswa”, tutur mantan mahasiswi UNDIP Semarang, jurusan Psikologi tersebut.

Jangan heran setelah UN diselenggarakan, menjelang dan setelah hasil UN diumumkan kita acap kali mendengar aksi bunuh diri dan serangan trauma psikis di seluruh pelosok tanah air, yang pada tahun 2006 saja Komnas Anak mencatat sedikitnya 100 anak menderita trauma psikis akibat gagal UN (Detik, 24/06/07).

Kesenjangan Kualitas Pendidikan

Berdasarkan laporan yang dilansir dari suatu media cetak nasional pada tahun 2009, terdapat 19 SMA di seluruh pelosok tanah air yang muridnya dinyatakan gagal 100 persen.

Data ini kontras dengan data yang diperoleh dari situs lembaga swadaya masyarakat (LSM) tentang ujian nasional tahun lalu, yang menyatakan bahwa DKI Jakarta menempati urutan tertinggi kelulusan.

Data ini mengindikasikan bahwa terdapat kesenjangan dari pemerataan kualitas pendidikan Indonesia.

Pendidikan di Jakarta sangat baik dengan infrastruktur yang mendukung, tenaga pengajar yang memadai, serta dana yang sangat melimpah dari Pemda DKI Jakarta menimbulkan kesenjangan yang ada menjadi begitu terlihat.

Tidak adil jika standar yang digunakan oleh daerah yang sangat terbatas dalam infrastruktur belajar, tenaga pengajar dan lain-lain tersebut diseragamkan sistem penilaiannya oleh daerah yang sangat cukup secara kualitas dan kuantitas pendidikan.

Fungsi evaluasi

Dalam hal ini, fungsi evaluasi berperan dalam pengukuran pencapaian hasil pembelajaran siswa. Esensi utama ujian nasional adalah untuk mencapai tujuan tersebut.

Jangan sampai UN malah memaksa siswa dan siswi untuk menelan pembelajaran yang monoton dengan soal karena tuntutan sistem, tidak mengembangkan potensi diri mereka, dan sangat dekat dengan prospek stres dan unsur kriminalitas yang hanya membuat masalah baru bagi masa depan siswa-siswi nantinya.

“UN harus dikombinasikan dengan penilaian yang lain agar bisa lebih fair, dan jadikan UN ini sebagai fungsi evaluasi bagi pemerintah daerah dalam aktivitas pendidikan di daerahnya” lanjut Caesillia, dosen yang menggeluti bidang psikologi anak tersebut.

Walaupun ada baiknya menggunakan UN sebagai penyeragaman sistem penilaian sekolah di tanah air, tetapi pada akhirnya kita kembalikan pada persiapan pemerintah dalam mendukung sistem yang dibuatnya tersebut.