Tampilkan postingan dengan label Teaching. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Teaching. Tampilkan semua postingan

Minggu, 16 Juni 2019

MHSU Leader and Vice Leader




Our MHSU annual elections have now come to an end. It takes a lot of courage to put yourself forward in any election, so congratulations to all participants and candidates. When running in an election, support from those around you is a key to succeed and friendships are tested. In addition, building a team that will support you is also essential and you need to ensure that they share the same values with you so that they can truly be able to represent your goals. Each year our election is for the MHSU team, from its Leader and Vice Leader. The team aims to represent students on an internal and external level, ensure that their voices are heard by the school and deliver various  relevant campaigns. Moreover, every new team faces exciting challenges and bring a new outlook for their Union life.

Congratulations and good luck to Zidan and Kalisya, we are looking forward to see the change you will make in our Secondary department.

Kamis, 25 April 2013

Pendidik, Pernahkah Berhenti Belajar?

Pelajaran yang sangat berarti yang bisa saya ambil dari mengajar di Sampoerna Academy hari ini, 25 April 2013. Saya merasa bahwa memang saya sangat cocok menjadi pengajar. Saya merasa selalu baru ketika memasuki ruangan kelas dan bertemu dengan senyum-senyum manis yang siap untuk belajar. Bedanya dengan dokter; kalo dokter, pasti yang akan bertemu mereka adalah orang-orang yang mukanya merintih, kumal belum mandi, badannya panas atau muka linglung karena mereka semua dalam keadaan yang kurang sehat, apapun bentuknya kekurangan sehatnya tersebut. So, memang menjadi pengajar itu berkah.
Kalo kalian berpikir, pengajar akan kehilangan ilmunya dan tidak akan pernah belajar itu salah besar. Contoh yang paling kecil ketika kita menjadi seorang pengajar yaitu ketika kita akan memasuki ruang kelas, pasti kita akan membuka-buka bahan yang akan diajarkan. Membaca kembali, beratih kembali, berusaha sesiap mungkin untuk mengajarkan dengan metode terbaik supaya anak paham konten pembelajaran, yang seharusnya mereka kuasai. Hari ini saya merasakan hal yang demikian.
Tugas PPL saya seharusnya telah selesai. Akan tetapi, guru pamong saya hari ini tiba-tiba memberitahukan kalau dia sakit dan memohon kepada saya untuk menggantikannya mengajar tiga buah kelas, kelas X-social, X- Science, X- Social-Science. Saya awalnya agak tidak yakin, karena harus membahas past paper yang pada dasarnya; takut menjebak diri saya sendiri dalam keadaan paling awkward dalam sejarah hidup manusia "ketidak-tahuan", karena saya tidak melakukan persiapan apa-apa. Untungnya, guru pamong saya memberikan instruksi apa yang harus saya lakukan. smsnya berbunyi:
"Zain saya mau minta tolong, Sy sakit, jadi saya mau minta tolong isi kelas sy. Hasil TO nya ada di atas meja saya, minta tolong di bagikan dan dibahas sekilas yg sulitnya aja. Trus lanjut k paper 4 yg keman dijadikan PR. Thanks a lot sblmnya"
IGCSE merupakan hal baru bagi saya, karena saya sangat terbiasa dengan KTSP. Saya pernah menghandle satu kelas penuh di SMA Paskalis, SMA Santo Bellarminus Menteng, SMAN 1 Jakarta, MAN 11, SMAN 82 Jakarta. Anehnya, semua kurrikulum yang digunakan adalah KTSP. Ditambah lagi, dari zaman saya sekolah SMA pun, saya menggunakan KTSP. jadi IGCSE merupakan hal yang sangat baru di kehidupan saya. seperti seorang anak yang baru pertama kali menyentuh gumpalan uang 1jt Rupiah. Bagi saya hal itu sangatlah menarik untuk bisa belajar banyak hal-hal yang baru sehingga saya lahap sajalah materi-materi tersebut.
Ketika mengajar di kelas pertama (07.30-09.30WIB) saya merasa persiapan saya agak kurang. Tapi indahnya menjadi seorang guru, ketika kita mengajar di kelas sebenarnya kita sedang belajar kembali. Ada sebuah soal pada past paper IGCSE yang berbunyi seperti ini.
Soalnya seperti ini: "the diagram shows a pile of 10 tree trunks. Each tree trunk has a circular cross-section of radius 31 cm and length 15 m. A plastic sheet is wrapped around the pile. C is the centre of one of the circles. CE and CD are perpendicular to the straight edges, as shown.Show that angle ECD = 120°."
Saya termenung, sambil menanyakan "ada yang punya ide, bagaimana cara menyelesaikannya?" kepada siswa,  hal ini dimaksudkan untuk memberikan waktu bagi diri saya berpikir cepat mencari solusi. Yap bung, seorang pendidik mesti tahu bagaimana menjaga kredibilitas di depan anak-anak untuk menjaga suasana kelas agar tetap kondusif untuk belajar. 
sebenarnya saya punya ide, dengan menganalogikan untuk lingkaran yang lebih sedikit, seperti dibawah ini 
Saya menunjukkan, kalo keliling tali yang mengelilingi 3 lingkaran itu sama dengan 8R+2(1/2 2Phi R), logikanya kalau panjang busur dari setengah lingkaran itu digabungkan, akan menjadi sebuah keliling lingkaran. Hal yang sama pun saya aplikasikan dengan gambar yang lebih kompleks seperti yang disebutkan diatas. Singkat cerita, anak-anak merasa paham. tapi saya belum merasa puas akan penjelasan saya sendiri. 
kelas selanjutnya, saya menjelaskan dengan cara yang sama sambil berpikir sebuah ide baru yang lebih "Gila" dengan satu tujuan yaitu agar anak-anak paham. Saya juga turut menanyakan kepada anak-anak apakah mereka memiliki pandangan lain. tapi ternyata tidak ada, dan anak-anakpun merasa paham. 
kelas selanjutnya berjalan setelah makan siang, dan saya pun juga menjelaskan soal yang sama dengan soal yang diatas. bagusnya karena yang saya ajar disini adalah kelas anak-anak yang berisi anak-anak sangat cerdas, ada satu anak yang maju dan ingin menjelaskan pandangannya. logikanya sangat benar. disinilah saya belajar tapi tanpa harus malu kalau cara si anak lebih baik. saya memberikan terima kasih dan tepuk tangan. setelah anak ini duduk ke tempat duduknya, ada anak lainnya yang ingin memberikan pandangan yang berbeda. singkat cerita logikanya memang benar, jadi saya menyutujui idenya. dan sekali lagi, tanpa harus malu bahwa cara si murid lebih bagus, saya mengucapkan terima kasih dan mengajak anak lain memberikan tepuk tangan atas hasil kerjanya. 
saya pun merenung, benar sekali memang bahwa seorang pendidik adalah seorang yang berprofesi pengajar tapi ia tidak akan pernah berhenti belajar bagaimanapun bentuk cara belajarnya. bisa melalui buku, murid, bahkan anak kecil sekalipun. ketika itu memang baik dan benar maka tidak salah jika kita menyetujui dan mengikuti opini tersebut. 
So, pengajar tidak akan pernah berhenti memperbaharui diri. Sekali lagi beda dengan seorang dokter ya. :D

Senin, 22 April 2013

Sistem Perpustakaan yang Sederhana tapi Effektif

Mari kita tengok sejenak Sampoerna Academy Bogor, Indonesia. Lokasi yang berada dekat dengan pegunungan membuat sekolah ini sangat jauh dari kesan bising dan penat oleh aktivitas masyarakat urban. ya, mereka berlokasi dekat dengan gunung salak dekat sekali dengan pasar caringin bogor. lokasi yang dekat dengan gunung ini membuat suasana belajar mengajar menjadi sangat nyaman. bahkan saya sering merasakan berjalannya waktu hingga jam mengajar selesai itu sangat cepat sekali. tau-tau sudah jam 4.15 WIB saja dan tidak kerasa sudah harus meninggalkan sekolah ini.
Alasan lain yang membuat saya betah disekolah ini mungkin siswa-siswi disini sangatlah sopan. Mereka adalah putra-putri terbaikdaerah yang masuk untuk belajar di sekolah ini. mereka yang sederhana, tekun, sopan, akrab satu sama lain menjadi nilai positif yang bisa didapat dari sekolah ini. Bukannya saya subjektif, tapi memang benar saya pun merasakan atmosfir yang banyak membuat diri saya betah berlama-lama disekolah ini.
Hal lain yang membuat saya betah di sekolah ini adalah perpustakaan yang dimiliki Sampoerna Academy. Koleksi dari perpustakaan disini banyak dari buku pelajaran dari tiap mata pelajaran IGCSE, AS level, dan Advance level. tidak ketinggalan koleksi buku mata pelajaran kurikulum KTSP. karena siswa disini tinggal dalam asrama, buku pegangan yang mereka gunakan adalah pinjaman jadi perpustakaan. cukup efektif, untuk mengurangi efek lupa yang dilakukan siswa terhadap barang-barang yang dimiliki mereka. dengan kata lain, jika membutuhkan tinggal jalan ke perpustakaan untuk meminjam. metode efektif untuk membuat siswa rajin ke perpustakaan. Selain itu walaupun koleksinya tidak terlalu banyak, mayoritas koleksi buku dan novelnya berbahasa inggris. Itu yang membuat saya tertarik.
Perpustakaan disini juga bukanlah perpustakaan yang memiliki koleksi megah seperti perpustakaan nasional atau perpustakaan sebuah perusahaan besar yang banyak dikunjungi pembaca. bahkan AC pun, hanya satu. Tapi perpustakaan disini cukup nyaman, udara yang segar mengurangi daya untuk menambah jumlah AC. disini juga banyak loker cukup besar untuk menaruh barang bawaan kita. ditambah lagi, Ibu May dan Bapak Alit sebagai orang yang bisa ditanya di ruang baca itu sangatlah ramah. pokoknya pelayananannya memuaskan deh.

So, kapan-kapan silahkan mampir untuk merasakan sendiri atmosphere konstruktif disini :)


Kamis, 18 April 2013

Tantangan yang Dihadapi Pancasila di Tengah Era-Globalisasi

Indonesia, terhampar dari Sabang hingga Marauke. Seperti yang diketahui bersama, Indonesia sebagai negara kepulauan terbentuk dari keberagaman suku, adat-istiadat, dan bahasa. Dengan kondisi sosial budaya Indonesia yang begitu heterogen, pandangan hidup atau ideologi sebagai sebuah dasar negara menjadi praktis sangat dibutuhkan. Indonesia membutuhkan sebuah ideologi netral yang bisa memayungi dan merangkul semua budaya dari berbagai lapisan masyrakat.
Akan tetapi sebelum kita membahas makalah ini, sebenarnya apa itu ideologi? Secara harfiah, menurut kamus umum bahasa Indonesia ideologi adalah sebuah sistem kepercayaan yang menerangkan, membenarkan suatu tatanan yang ada/yang dicita-citakan dan memberikan strategi berupa prosedur, rancangan, instruksi, serta program untuk mencapainya. Di pihak yang sama, Shawn T. &Sunshine H. (2005) membenarkan bahwa ideologi adalah sebuah sistem pandangan umum tentang sesuatu hal. Penulis menyimpulkan bahwa jelas sekali ideologi adalah sebuah pandangan berupa tujuan yang ingin diacapai oleh sebuah kelompok tertentu yang memiliki kesamaan.
Sebuah ideologi sebagai pemersatu bangsa yang ada di Indonesia tidak lain adalah Pancasila, sebuah sistem yang dari awal di cetuskan telah menjadi sebuah dasar dari berbagai aspek kehidupan bangsa. Pancasila yang terjabar secara konstitusional telah menjadi asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa, yang menjadi dasar dari cita budaya dan moral politik nasional (Dwirini, A. 2011).
Lebih dari 66 tahun yang lalu, sejarah Pancasila pada awal-mulanya dibentuk. Diawali ketika pada tanggal 29 April 1945, kaisar Jepang sedang memperingati hari lahirnya. Penjajah jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan terhadap bangsa Indonesia. Janji ini diberikan dikarenakan Jepang yang sedang terdesak oleh  tentara sekutu. Untuk mendapatkan simpati dan dukungan bangsa Indonesia, bangsa indonesia boleh memperjuangkan kemerdekaannya. Untuk mengawalinya, jepang membentuk sebuah badan yang bertujuan untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Jepang memilih ketua (kaicoo) Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat yang kemudian mengusulkan agenda sidang membahas tentang dasar negara (Gunadarma Bab V). Pada tanggal 1 Juni, Ir. Soekarno pertama kali mengusulkan istilah Pancasila sebagai dasar negara dan disahkannya Pancasila pada tanggal 18 Agustus 1945 merupakan terobosan gemilang mengenai dasar negara oleh para founding fathers pada masa itu.
Sejalan dengan berjalannya sebuah negara Indonesia, ideologi Pancasila yang terbentuk mengalami ujian dan dinamika dari sebuah sistem politik. Dimulai dengan sistem demokrasi liberal yang dianut pada masa setelah indonesia merdeka, pembentukan indonesia serikat, sistem liberal pada UUDS 1945, dan peristiwa G 30 S PKI. Menurut Prof. Dr. B.J. Habibie yang seperti dikutip dalam Metro TV news.com bahwa sejak jaman demokrasi parlementer, terpimpin, orde baru dan demokrasi multipartai pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah. Dengan sejarah perjuangan pancasila dari awal dibentuknya seperti disebutkan di atas, pancasila membuktikan diri sebagai cara pandang dan metode ampuh bagi seluruh bangsa Indonesia untuk membendung trend negatif perusak asas berkehidupan bangsa.
Tantangan yang dahulu dihadapi oleh Pancasila sebagai dasar negara, jenis dan bentuk-nya sekarang dipastikan akan semakin kompleks dikarenakan efek globalisasi. Globalisasi menurut Ahmad, M. (2006) adalah perkembangan di segala jenis kehidupan dimana batasan-batasan antar negara menjadi pudar dikarenakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Berkembangnya arus informasi menjadi sebuah ciri spesifik dari terminologi globalisasi. Setiap warga negara akan semakin mudah dan bebas untuk mengakses berbagai jenis informasi dari berbagai belahan dunia manapun dalam  waktu yang sangat singkat.
Dengan perkembangan Informasi yang begitu cepat, tantangan yang diterima oleh ideologi pada saat ini juga menjadi sangat luas dan beragam. Sebagai contoh, beragamnya banyak agama di Indonesia yang terkadang menjadi alasan pemicu konflik horizontal antar umat beragama, ekonomi yang mulai berpindah dari sistim kekeluargaan (contoh: pasar tradisional) menjadi sistem kapitalisme dimana keuntungan merupakan tujuan utama, paham komunisme, liberalisme, terorisme, chauvinisme, dsb. Masih banyak lagi hal dalam kehidupan warga negara indonesia yang dipengaruhi oleh informasi yang begitu mudah dan cepat tersebut, tanpa bisa di sebutkan satu-persatu. Masalah-masalah yang disebutkan diatas bertentangan dengan semua nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai dasar negara.
Lalu sebenarnya apa fungsi Pancasila sebagai dasar negara?Peran pancasila yang pertama pada dasarnya adalah Pancasila digunakan sebagai penyaring informasi yang beragam. Bahwa kita memiliki budaya dan pedoman yang harus tetap dijaga sebagai sebuah identitas bahwa kita adalah bangsa indonesia. Jika sebuah warga negara tertutup, pastinya warga negara tersebut akan tertinggal jauh oleh perkembangan informasi yang begitu cepat. Pancasila menjaga nilai-nilai normatif-filosofis-ideologis bangsa Indonesia agar tetap sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi pada era globalisasi sekarang ini.
Pancasila seharusnya juga menjadi batasan pandangan yang seharusnya dimiliki oleh setiap warga negara. Banyak kalangan yang lupa akan budaya dan bahasa daerah dikarenakan pengaruh globalisasi yang sangat hebat, sehingga mengikis ide tentang jati diri bangsa sebagai bangsa Indonesia. Batasan pandangan yang sesuai menurut Pancasila seharusnya menjadi garis bawah bahwa kita seharusnya boleh mengikuti perkembangan zaman, akan tetapi ada beberapa batasan-batasan nilai yang harus dijunjung, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
Akan tetapi, fungsi-fungsi tersebut sekarang ini sudah mulai dilupakan oleh kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan perubahan yang terjadi pada lingkungan dan situasi kehidupan bangsa Indonesia di semua level wilayah. Dalam situs yang sama Prof. Dr. B.J. Habibie menuturkan bahwa lenyapnya Pancasila dari kehidupan terkait beberapa hal. Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat domestik, regional maupun global. Perubahan tersebut telah mendorong terjadinya pergeseran nilai yang dialami bangsa Indonesia termasuk dalam corak perilaku kehidupan politik dan ekonomi yang terjadi saat ini.
Kedua, alasan selanjutnya mengapa Pancasila sudah mulai dilupakan adalah terjadinya euforia reformasi sebagai akibat traumatik masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa lalu yang mengatasnamakan Pancasila. Trauma atas gerakan G30S yang selanjutnya di lakukan rezim orde baru yaitu menjadikan Pancasila sebagai alat untuk mempropaganda masyarakat, juga menjadi salah satu alasan mengapa pancasila sudah mulai dilupakan.
Lalu bagaimana cara menghadapi tantangan sudah mulai memudarnya rasa memiliki warga negara dari setiap nilai-nilai pancasila?hal ini dapat dilakukan dengan menyadarkan kembali, reaktualisasi nilai-nilai tersebut dalam konteks peri kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia, tetap berpegang teguh pada nilai-nilai pancasila, dan penanaman kembali ide tentang Pancasila sebagai dasar negara sejak dini.
Bukan hanya tanggung jawab pemerintah akan tetapi sudah merupakan tanggung jawab kita bersama, membantu mengatasi Pancasila dalam menghadapi tantangannya di era global sekarang ini. Walaupun banyak tantangan dalam mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila telah membuktikan bahwa Pancasila bukan merupakan milik golongan tertentu atau representasi dari suku tertentu. Pancasila itu netral dan akan selalu hidup di segala zaman seperti yang telah dilewati di tahun-tahun sebelumnya.
Daftar Pustaka

Andhini .(2011). Habibie: Pancasila Tenggelam dalam Pusaran Sejarah Masa Lalu. http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/06/01/53347/Habibie-Pancasila-Tenggelam-dalam-Pusaran-Sejarah-Masa-Lalu/1. terbit pada tanggal 1 juni 2011. Diunduh pada tanggal 30 April 2012.

KBBI. (2012). Definisi ideology. Bahasa.ui.ac.id
Muchji, A et all. (2006). Pendidikan Pancasila. Jakarta: Gunadarma.

Rini, D. (2011). Ideologi Pancasila Jurus Jitu Hadapi Tantangan Global. politik.kompasiana.com terbit pada tanggal 16 Mei 2011. Diunduh pada tanggal 30 April 2012.

Treier, S. &Hillygus, S.,(2005). The Structure and Meaning of Political ideology. [Versi Elektronik]. Terbit: 29 September 2005, diunduh pada tanggal 30 Maret 2012

Kesempatan Mengajar di Sampoerna Academy

Sampoerna Academy – Senin 25, Maret 2013
Pada hari ini, yang saya lakukan merupakan pengalaman baru yang unik buat saya. Saya menjaga ruangan tempat pemusatan soal-soal dimana soal tersebut akan digunakan sebagai soal yang akan dikerjakan oleh anak-anak sampoerna academy pada mid test kali ini. Yap, hari ini adalah hari pertama mid test untuk siswa sampoerna academy. Sistem yang digunakan pada pemusatan soal di sampoerna academy kali ini, menurut saya cukup sederhana. Tapi cukup teratur ketika dijalankan. Hal ini tidak terlepas dari ketaatan para warga sekolah disini untuk menjalankan sistem yang telah dibuat. Luar biasa J
Di dalam ruangan tempat pemusatan soal-soal tersebut, saya diminta untuk mengklasifikasikan mana soal-soal IGCSE dan mana soal KTSP. Saya sekarang tahu bedanya, kalau soal-soal IGCSE soalnya dituntut untuk berbahasa inggris dan KTSP dengan bahasa indonesia. Akan tetapi jika soal KTSP berbahsa inggris, biasanya disertakan dengan terjemahan di dalam soal tersebut. Soal-soal yang saya amati menurut saya cukup menantang dan berada pada tingkat higher order thinking (HOT)
Seperti biasa, disela-sela waktu kami yang luang, kami diminta membantu menseleksi dalam hal kelengkapan dokumen-dokumen yang masuk dari calon siswa baru di sampoerna academy. Selalu ada hal baru yang saya pelajari, bahwa aplikasi janganlah untuk tidak pernah diisi (ditinggalkan dalam keadaan kosong).
Banyak hal lain yang saya pelajari dari sekolah ini. Semoga bisa menjadi bekal saya nanti sebagai guru matematika di masa depan.  

Catatan kecilku yang Lain


Sampoerna Academy – Jum’at 22, Maret 2013
Pada hari ini, tidak ada yang jauh berbeda dari kegiatannya dibandingkan hari kemarin. Bedanya pak cipto, guru pamong dari imas, sudah sehat dan bisa kembali mengajar seperti biasa. Dikarenakan senin besok adalah hari bagi siswa untuk mid term test, siswa banyak dipersiapkan untuk menghadapi test matematika pada senin besok. Saya memulai masuk kelas ibu azmi, guru pamong saya pada pukul 07.30 WIB. Beberapa siswa banyak yang pergi ke USBI untuk menghadiri presentasi CEO Shell, tapi secara garis besar pembelajaran yang terjadi di dalam kelas berjalan lancar hingga bel istirahat berbunyi.
Di dalam kelas ibu azmi tersebut saya menemukan hal unik. Di pagi itu, Ibu azmi akan menerapkan jigsaw. Pertama-tama siswa dibagi kedalam beberapa group oleh guru sesuai dengan kemampuan mereka. Dalam satu group tersebut mereka melakukan sejumlah soal yang sama. Sekitar 1 jam 15 menit kemudian mereka selesai mengerjakan soal tersebut. Mereka diminta berhitung dari satu sampai tiga, satu berkumpul dengan satu, dua dengan dua, dst. yang saya heran, semua berjalan sesuai dan siswa nampak belajar dengan antusias. Saya ikut senang dan takjub, active learningnya berjalan!J.
Ketika saya SEP di SMA negeri di jakarta, saya pernah mencoba melakukan pembelajaran aktif (active learning). Akan tetapi hasilnya nihil. Suasana kelas malah menjadi chaos dan nampak tidak terkendali. Sempat saya berpikir, bahwa pembelajaran aktif pada mata pelajaran matematika di SMA jakarta adalah perbuatan sia-sia yang malah memolorkan target pengajaran. Akan tetapi berbeda dengan yang terjadi di sampoerna academy. Itu menumbuhkan motivasi saya untuk merencanakan pembelajaran aktif (aktif learning) di sini ketika saya mengajar nanti di minggu depan. Saya jadi tidak sabar mengajar di minggu depan.
Dari jam istirahat hingga istirahat siang, saya melakukan pengecekan kelengkapan dokumen untuk calon siswa baru hingga jam makan siang.  Setelah selesai kami yang pria melakukan sholat jumat. Setelah itu kami menghadiri assembly, dimana kami sebagai mahasiswa PPL diperkenalkan kepada seluruh siswa siswi di sampoerna academy. Setelah itu, kami sekelompok karena tidak ada kerjaan, kami berkeliling wilayah kinasih. Saya melihat sebuah suasana dormitory yang sangat nyaman, penuh suasana kekeluargaan dan sangat kondusif untuk belajar. Tidak heran kenapa mereka begitu kompak, cerdas, dan baik sikapnya. jadi pada dasarnya, sikap, motivasi belajar, dan kecerdasan seseorang bisa dibentuk dari faktor eksternal. Hal tersebut sangat sesuai dengan theori J
Setelah itu, kami foto-foto, dan lalu pulang. Betapa indahnya pengalaman hari ini.

Mengkotak-kotakkan, masih jaman?

Sampoerna Academy (Kamis 21, Maret 2013)
Hari ini merupakan hari kedua saya berada di Sampoerna Academi Bogor. Hari kedua ini saya banyak melakukan kegiatan. Seperti biasa sebelum memulai hari di pagi hari, seluruh tenaga pengajar dikumpulkan untuk menerima briefing singkat terutama kami sebagai mahasiswa PPL. Pagi ini dikarenakan bapak alid dan pak cipto yang masih tidak bisa masuk karena sakit, saya dan imas sebagai guru PPL matematika diperintahkan untuk mengisi kelas mereka masing-masing. Sambil menuju ke kelas, saya berinteraksi baik dengan guru maupun siswa untuk mengakrabkan suasana dengan lingkungan sekolah. Memang suasana keakraban sangat kental di Sampoerna Academy, situasi yang seharusnya di miliki oleh setiap sekolah di indonesia sehingga tidak akan ada lagi kesenjangan antar teman. Semua membaur J
Jam pertama dan kedua saya dan imas, mengisi kelas matematika untuk kelas XI social dimana bapak narudin (Naruto biasa dipanggil) sebagai wali kelasnya. Agenda yang saya bicarakan pada hari ini untuk kelas mereka adalah materi yang sama dengan hari kemarin, yaitu mereview bab dan mengerjakan latihan ulangan pada buku. Setelah mereka mengerjakan beberapa soal, saya sambil berbincang ringan dengan dengan beberapa anak murid. Pengalaman yang cukup baik tentang hari ini adalah, impressi yang saya dapat dari salah satu anak murid bahwa wali kelas mereka adalah wali kelas yang lucu dan asik. Bahkan ada yang bilang wali kelas mereka gokil. Dan memang ketika mendengar beberapa cerita dari anak murid, saya mendapatkan gambaran tentang guru ini. Bahwa guru ini memang “GOKIL”. Hal ini menjauhkan saya dari kesan bahwa guru SMA Sampoerna Academy adalah guru-guru yang serius. Ini menginspirasi saya, bagaiamana seorang guru haruslah memiliki selera humor yang baik agar anak-anak tertarik untuk belajar apa yang kita ajarkan. Perbincangan sekaligus review bab 3 dan 4 mengalir hingga bel tiba pukul 9.30 WIB.
Saya baru sadar, ternyata nama yang diberikan untuk setiap kelasnya bukanlah X-1, X-2, X-3, X-4, dst. melainkan dengan nama wali kelas. Sebagai contoh kelas XI dengan wali kelas bapak naruto,  dinamakan dengan kelas XI-N dan kelas XI dengan wali kelas ibu yasmin hadiyarti dinamakan dengan kelas XI-YH. Sempat ibu Emi (koordinator SEP di sekolah Sampoerna Academy) menjelaskan tujuan dari penamaan kelas bukan dengan X-1, X-2, X-3, X-4, dst itu adalah pihak sekolah tidak mau mengkotak-kotakaan murid. Di indonesia lebel X-1 yang terkenal dengan anak-anak unggulan dan X- (kelas dengan nomor paling belakang) terkenal dengan anak-anak nakal yang dikumpulkan di satu kelas. Sehingga pihak pembuat kebijakan sekolah tidak mau mengkotak-kotakan anak-anak dengan label yang menurut mereka tidak masuk akal. Tapi sesuai apa yang saya rasakan, hal ini memang sangat benar terjadi di lingkungan pendidikan indonesia. Dan saya-pun pernah mengalami hal tersebut di masa sekolah saya dahulu.
Setelah itu saya mengobservasi kelas ibu Azmi, di ruang Kayu manis 6. Pada kali ini, yang saya observasi adalah siswa kelas X yang sedang belajar math ICGSE (Curriculum Cambridge). Ibu guru pamong saya mereview materi- materi yang belum dimengerti siswa, sementara saya membantu siswa untuk menyelesaikan soal yang diberikan guru pamong tersebut (jika mereka tidak mengerti). Kelasnya begitu menarik, guru menggunakan software yang membuat saya tertarik dalam mengaplikasikan materi program linear. Pembelajaran terlihat sangat fleksibel, dan saya ikut belajar dari apa yang diajarkan oleh guru pamong mengenai konsep, terminologi, management kelas, manajemen siswa, penggunaan metode belajar, dsb.
Selesai dari kelas ibu azmi, saya dan imas masuk membantu kelas bapak alid yang ditinggalkan karena sakit.  Bel selesai saya masuk ke dalam ruang guru. Disana saya disodorkan banyak sekali amplop yang berisi aplikasi calon siswa-siswi baru yang akan menjadi keluarga besar sampoerna academy. Saya membantu menseleksi kelengkapan dokumen calon siswa-siswi tersebut. Banyak hal yang saya pelajari. Salah satunya, bahwa lingkungan sekolah bukan hanya berisikan kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru, akan tetapi banyak hal yang lain yang bisa menjadi lahan pekerjaan untuk calon guru seperti saya. Tata usaha, Staff, sekertaris dsb juga merupakan lahan pekerjaan yang bisa dilakukan sebagai seorang calon guru yang akan lulus nantinya. Jadi saya tidak boleh menutup mata, bahwa dunia pendidikan bisa mencakup banyak hal bukan hanya menjadi guru. Setelah seleksi dokumen selesai, saya pun kembali ke rumah. Pengalaman hari ini .... LUAR BIASA!! J

Catatan Kecilku sebagai Pengajar


Sampoerna Academy - Rabu 20, Maret 2013

Hari ini merupakan hari pertama saya masuk sebagai guru di lingkungan sampoerna academy bogor jawa barat. Merupakan pengalaman yang sangat berharga karena bisa menjadi bagian dari tim pengajar di sekolah dimana putra putri terbaik daerah menimba ilmunya. Saya bersama Imas Ulfah alawiyah adalah dua orang pelajar dari pendidikan matematika SSE yang dipilih untuk mengalami pengalaman luar biasa mengajar di sekolah berkurikulum internasional.
Jam pertama dimulai pada pukul 7.20 WIB. Kami mendapat briefing singkat dari ibu Emi, koordinator kegiatan SEP kami selama berada di sekolah ini. Setelah itu, kami diperkenalkan kepada seluruh tenaga pengajar dan staff yang berada di lingkungan pendidikan ini. Selesai diperkenalkan, semua mahasiswa/i SSE mendapatkan tugasnya. Saya dan Imas mendapatkan tugas untuk periode 1 dan 2 yaitu pada jam 7.30 – 9.30 WIB yaitu tugas berupa menggantikan Bapak Muhammad Sucipto W. pada kelas XI science tepatnya di melati hall untuk merieview materi fungsi persamaan dan pertidaksamaan. Saya agak kaget dikarenakan materi ini seharusnya dipelajari untuk kelas X. Akan tetapi dikarenakan ketika kelas X siswa siwi merasakan kurikulum ICGSE, sehingga pelajaran berbasis kurikulum KTSP dipelajari ketika kelas 2. Lebih kagetnya lagi, materi 1 buku matematika kelas X pada kurikulum ini, dikebut dalam 6 bulan untuk selesai. Padahal normalnya, 1 buku ini dihabiskan untuk satu tahun.
Kabar baiknya, siswa siswi sampoerna academy adalah pemuda yang sangat mandiri, cerdas, aktif, serta bertanggung jawab. Walaupun proses belajar dengan mereview materi dilakukan di hall besar, dan di dalam hall besar itu mereka bebas belajar di posisi dan letak kursi dimana saja selama masih dalam ruangan, mereka tetap fokus untuk belajar dengan mengerjakan banyak soal dan saya heran ketika mereka aktif sekali bertanya tentang materi yang tidak mereka mengerti. Itu sangat jarang sekali terjadi selama saya melakukan SEP di sekolah SMA di manapun. Mereka luar biasa!
Jam 9.30 WIB jam istirahat berbunyi, saya pun juga beristirahat. Posisi tempat duduk kami yang tadinya di ruang tempat menerima tamu berpindah menuju ruangan kerja dimana para staff melakukan tugasnya. Hal ini agar kami lebih familiar dengan tugas di lingkungan pendidikan.
Jam 10.00 – 12.00 WIB, saya dan imas ditunjuk untuk mengisi kembali kekosongan kelas dimana pak cipto mengajar di ruang antherium 1, kelas XI social. Kali ini saya dibekali dengan selembar kertas berisi soal materi fungsi persamaan dan pertidaksamaan yang perlu diisi dan direview bersama-sama yang hasil kerjanya tidak perlu dikumpul. Semua terjadi seperti biasa, siswa sampoerna academy sangat aktif dalam mengerjakan soal.
Jam 12.00 -13.00 WIB kami ISHOMA, kami di ajak untuk makan bersama-sama dalam meja prasmanan bersama para guru dan murid lainnya.
Jam 13.00 – 15.00 WIB saya menuju kembali ke melati hall untuk mereview kembali materi fungsi persamaan dan pertidaksamaan, karena jadwal minggu depan setelah minggu ini adalah jadwal midterm. Kali ini yang saya ajar adalah kelas science yang berbeda dengan yang jam pertama saya ajarkan. Siswa sampoerna academy memiliki semangat yang sangat baik dalam belajar.
Kegiatan hari ini cukup melelahkan, tetapi sangat menyenangkan. Bertemu orang-orang terbaik dan memiliki sikap yang sangat baik pula. 

Kamis, 14 Oktober 2010

Arti Sebuah Nama

Apa yang anda bayangkan ketika mendengar nama Muhammad Zaenudin disebutkan?penceramah kondang bersorban yang diarak oleh warga dan disambut oleh pegawai pemerintah daerah dengan musik-musik islami, berjenggot, bergamis, dan juga sering muncul muncul di baliho undangan perayaan hari besar keagamaan layaknya ulama-ulama besar?anda kurang tepat. Zaenudin disini adalah Zaenudin yang tidak menggunakan akhiran MZ seperti yang sering tampil memenuhi layar kaca anda ketika menjelang bedug Magrib di bulan suci Ramadhan atau ada di spanduk undangan pinggir jalan tempat akan diadakannya hari besar keagamaan.
Berawal ketika Zainudin MZ, Ustadz dan penceramah sebenarnya, mendapatkan hadiah sebuah mobil Mercedez-Benz dari orang nomor satu di Indonesia pada waktu itu, Presiden Soeharto. Tepat di momen bahagia itulah makhluk imut, yaitu saya, menghirup udara untuk pertama kalinya di dunia ini. Berangkat dari anugrah inilah yang membuat ayah saya sibuk mencari nama yang tepat untuk anak lelaki terakhir dan satu-satunya ini. Karena ayah saya adalah seorang muslim yang taat sehingga nama yang diberikan kepada semua anaknya selalu di bumbui dengan aroma keislaman. Diyani Alawiyah, Mindiyani Astuti, dan Siti Aisiyah adalah nama kakak-kakak saya yang tidak luput dari kentalnya identitas seorang muslim. Setelah lama berpikir, pada akhirnya Muhammad-lah yang menurut beliau tepat dipasangakan dengan Zaenudin (tanpa MZ tentunya J). Dengan harapan nantinya saya akan menjadi seorang muslim yang taat seperti Nabi Muhammad serta nasib baik yang juga akan selalu bersama saya setiap waktunya seperti peristiwa yang terjadi pada Ust. Zainudin MZ ketika menerima mobil dari presiden ke dua kita waktu itu.
Apa arti sebuah nama?jika Shakesphere menyatakan tiadalah artinya, maka menurut saya adalah sebaliknya.  Nama adalah doa dan harapan yang disematkan kepada pribadi seorang anak. Pastinya tidak mudah menentukan bahwa nama saya, seperti yang saat ini, diputuskan dan diberikan pada saya ketika saat itu. Sehingga saya penasaran apakah makna harfiah yang sebenarnya hingga orang tua saya sulit-sulit menemukan nama ini.  Setelah sibuk mencari, ternyata memang benar nama yang diberikan pada saya maknanya begitu sangat hebat, besar, dan mulia. Muhammad diartikan sebagai berdoa dengan baik, jalan yang tentram, merdeka, bahagia, dan sempurna. Sampai saya ketika mengetahui maknanya dan menulisnya pada artikel ini membuat saya benar-benar ingin meneteskan air mata haru, betapa kuatnya karakter dan harapan yang beliau identitaskan pada saya. Sungguh luar biasa.
Saya adalah pribadi muslim biasa yang tidak terlalu fanatik dalam beragama. Saya tidak pernah berkumpul dalam kluster-kluster besar(berbondong-bondong –red)mengikuti pertemuan bersama habib-habib ternama layaknya seperti yang diadakan di lapangan monas atau tempat lain dengan jenis acara serupa. Saya hanya menjalankan apa yang memang seharusnya saya jalankan (yang wajib saja –red). Karna saya belum mampu menjadikan menu rohani sebagai menu tunggal dan utama untuk dinikmati dalam hidup. Menurut saya, kita juga diciptakan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan non-duniawi tetapi harus menjaga keduanya, duniawi dan non duniawi, agar dua hal tersebut seimbang.
Ayah saya adalah pemuka agama di lingkungan rumah. Di satu sisi nama yang disematkan pada saya ini membuat saya malu jika saya tidak menjalankan agama sesuai syariat. Tetapi disisi lain nama ini menjadi sebuah motivasi khusus bagi saya mengingat makna dan harapan yang berada dibaliknya begitu sangat indah dan mulia.
Saya berencana untuk melanjutkan studi saya di Benua Biru, Inggris ataupun negeri tempat seorang Jendral besar Napoleon Bonaparte tumbuh, ya Perancis. Atau juga negeri tempat suku Indian bertempat, ya benar lagi; Amerika. Sering terdengar di media bahwa seorang muslim yang akan memasuki negeri tersebut mereka akan dipersulit lewat proses-prosesnya. Salah satu proses itu berawal dari identisasi sebuah nama, Muhammad Zaenudin pasti akan berlama-lama dalam proses interogasi jika memasuki bandara negeri-negeri barat tersbut. Pernah terlintas di benak saya pikiran bodoh, “Mungkin Alexander Maximlien baik untuk menggantikan nama saya sekarang, atau Lionel Frederick Kanoute seperti halnya gabungan dua nama pesepak bola besar di benua Eropa, sepertinya juga terdengar lebih keren”. Tetapi saya berpikir bahwa bodoh jika saya hanya berorientasi pada hal-hal kecil yang tidak layak untuk dipersoalkan berkaitan dengan nama ini. Jika dibandingkan kembali kepada makana dan harapan orangtua saya yang besar, indah, gilang gemilang terhadap nama ini.
Jadi menurut pendapatmu, masih pentingkah arti sebuah nama? Kalau saya sih sangat J

Senin, 04 Oktober 2010

Timbulnya Kenakalan Remaja Ditinjau dari Teori Penerapan Pola Asuh

Belakangan ini, kasus-kasus kenakalan remaja yang terjadi di Indonesia menjadi sungguh sangat memprihatinkan. Fakta dari Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2009 menyatakan bahwa 7% dari pelaku penyalahgunaan Narkotik, Psikotropika, dan Bahan zat adiktif (Narkoba) dari tahun 2001 hingga tahun 2008 di Indonesia adalah remaja berusia kurang dari sembilan belas tahun. Disimpulkan pula bahwa, rata-rata kenaikan jumlah kasus penyalahgunaan narkoba ini kurang lebih sekitar 2% tiap tahunnya. Bayangkan jumlah remaja di Indonesia, mencapai kurang lebih 65 juta remaja, yang bisa hancur akibat Narkoba dengan sangat cepat melihat fakta yang terjadi begitu memprihatinkan.
Informasi berkategori yang sama, menurut lembar fakta yang diterbitkan pada tahun 2006 oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Nasional (PKBI), United Nation Population Fund (UNFPA), dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatatkan bahwa 15% dari remaja berusia 10-24 tahun di Indonesia, kurang lebih 9,3 juta remaja, telah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Sedangkan masih menurut lembar fakta yang sama, terdapat 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia. Lebih mencengangkan lagi, sekitar 20 persen dari kasus aborsi tersebut atau sekitar 460 ribu kasus dilakukan oleh remaja. Mengejutkan bukan, bangsa kita yang notabene adalah bangsa yang dilihat sangat menjunjung tinggi asas kepatuhan terhadap nilai-nilai agama dan kesusilaan, di kesehariannya menjadi begitu kontras dengan aplikasi prinsip dasar dari nilai-nilai tersebut.
Kemudian apa yang salah sehingga membuat remaja tersebut bisa berpikir dan melakukan tindakan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan kondisi norma dari bangsa beradab yang menjunjung tinggi etika dan estetika dalam kehidupan sosialnya ini.
Kita harus kembali menilik sejenak mengenai pengertian dari apa itu remaja dan kenakalan remaja. Sehingga kita bisa menarik tindakan preventif yang menyesuaikan dengan kondisi remaja pada masanya atau kontekstual dengan pribadi mereka berdasarkan pengertian tersebut.
Pengertian remaja adalah masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang penuh dengan ketidakmenentuan sikap karena pengaruh dari perkembangan intrinsik; biologis, kognitif, sosioemosional, ataupun ekstrinsik; lingkungan, teman, yang selalu dinamis. Pengertian ini diperkuat oleh Hall (1904, dalam Santrock, 2008) yang mengutarakan bahwa masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan perasaan yang fluktuatif. Erick Erikson dalam teori psikososialnya menyatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana seseorang mencari tahu diri mereka, seperti apakah mereka, dan kemanakah orientasi hidup mereka kelak (1968, dalam Santrock, 2009). Berdasar pengertian-pengertian tersebut diatas, masa remaja menjadi begitu sangat krusial sehingga dibutuhkan perhatian yang lebih oleh konteks sosial terdekat mereka. Hal ini dimaksudkan agar remaja mengatakan tidak dengan tegas dalam menentukan sikap untuk melakukan perilaku penyimpangan sosial.
Lalu bagaimana dengan pengertian kenakalan remaja?. Santrock (2008) menyatakan bahwa kenakalan remaja adalah keluasan rentang perilaku; dari perilaku sosial yang tidak diterima hingga tindakan yang melanggar hukum. Remaja nakal biasanya cenderung lebih ambivalen terhadap otoritas, percaya diri, pemberontak, memiliki kontrol diri yang kurang, tidak memiliki orientasi pada masa depan, dan kurangnya kemasakan sosial sehingga sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial (Maria, 2007). Dapat diambil kesimpulan bahwa tendensi kenakalan remaja adalah perilaku cacat sosial, bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum, yang dilakukan oleh individu remaja yang disebabkan oleh terabaikannya individu remaja tersebut oleh sebuah sistem sosial. Sehingga hal ini menjadi sebuah gangguan bagi kualitas kehidupan sosial antar anggota masyarakat. Contoh-contoh kenakalan remaja diantaranya tawuran, perilaku seks bebas, penyalahgunaan narkoba, merokok, dan lain-lain.
Dari pengertian remaja dan kenakalan remaja tersebut diatas, keluarga merupakan cakupan interaksi terbesar dalam keseharian seorang remaja. Peran keluarga menjadi begitu besar melihat kelabilan jiwa remaja dan kurangnya kematangan sosial individu remaja dalam sebuah kehidupan sosial bermasyarakat. Keluargalah yang membentuk seorang individu itu akan menjadi seperti apa. Astuti (2005) menyatakan bahwa keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar menyatakan diri sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi dengan kelompoknya. Sehingga keluargalah yang dinilai penulis untuk sangat bisa meminimalisir hadirnya perilaku kenakalan remaja.
Dalam sebuah keluarga, orangtua memiliki peran yang sangat penting untuk membimbing anak-anaknya dalam menjalani setiap tahap perkembangannya. Sehingga apapun kondisi yang berkaitan dengan orangtua menjadi begitu sangat signifikan dalam proses timbul atau tidaknya suatu prilaku kenakalan remaja. Berkaitan dengan hal itu, proses keluarga distratifikasikan kedalam; pendidikan yang dimiliki oleh orangtua, kondisi keutuhan orangtua, status ekonomi orang tua (SSE), dan pola asuh yang diterapkan oleh orangtua (Santrock, 2009). Proses keluarga ini yang menurut penulis juga sangat bisa menyebabkan hadirnya perilaku antisosial remaja.
Berdasar stratifikasi proses keluarga diatas, dalam makalah ini penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas mengenai kenakalan remaja dan hubungannya dengan pola asuh yang diterapkan oleh orangtua. Karena berdasarkan studi literatur yang dilakukan penulis, penulis menyimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orangtua memiliki pengaruh yang besar tidak hanya terhadap motivasi, self-efficacy, dan performa akademik seorang remaja tetapi juga berelasi terhadap tingkat keresahan atau kegelisahan dan masalah psikologis anak remaja atau kenakalan remaja (Chadler, Heffer, &Turner, 2009; Azhar, Dorso, Renk, &Silva, 2007).
Dengan pembatasan masalah di atas, penulis melontarkan sebuah pertanyaan yaitu pola asuh seperti apakah yang dapat meminimalisir frekuensi terjadinya tindak perilaku penyimpangan sosial anak?.
Penulis mengajukan sebuah thesis, bahwa pola asuh otoritatif adalah pola asuh terbaik yang bisa diterapkan untuk meminimalisir frekuensi terjadinya tindak perilaku penyimpangan sosial anak.
Penulis beralasan memilih topik ini dikarenakan takut melihat angka kenakalan remaja yang begitu besar; apakah kontribusi dari konteks sosial (contoh: keluarga dan sekolah) anak sudah cukup maksimal dalam meminimalisir angka ini. Penulis juga berfikir bagaima bisa remaja belajar dengan kondusif di dalam kelas jika mereka diluar suka melakukan tindakan penyimpangan, narkoba, tawuran, seks bebas, dan lain lain, apakah tidak terbawa ke dalam situasi belajar. lalu bagaimana dengan hasil belajar anak remaja berprilaku menyimpang, bagaimana dengan masa depan mereka. Perlu adanya sebuah gerakan yang memberikan perhatian  berupa tindakan antipati, eksplorasi, dan tindakan preventif  terhadap hadirnya perilaku penyimpangan sosial yang meresahkan ini.
Dengan adanya tulisan ini, penulis juga bertujuan untuk menambah wawasan kepada para orangtua berupa pola asuh yang tepat, secara teori dan hasil penelitian, untuk diterapkan kepada anak-anak mereka. Sehingga, orangtua bisa meminimalisir frekuensi timbulnya kenakalan di kalangan anak-anak mereka.
Pembahasan
Sebelum lebih jauh mari kita lihat definisi dari pola asuh. Menurut  Darling& Stainberg (1993, dalam Basembun, 2008) yang mendefinisikan bahwa gaya pola asuh adalah kumpulan dari sikap, praktek, dan ekspresi non-verbal orangtua yang bercirikan kealamian dari interaksi orangtua kepada anak, sepanjang situasi berkembang. Penulis berpendapat bahwa Pola asuh merupakan keputusan orangtua dalam mendidik anaknya dengan jalan tertentu yang merupakan praktek sosialisasi keluarga terhadap anaknya dalam mengisi tahap perkembangan anak.
Pada dasarnya setiap pola asuh yang diterapkan oleh orang tua memiliki dampak yang besar terhadap tumbuh kembang anak. Pola asuh yang tepat dipilih untuk diterapkan oleh orang tua, memiliki dampak berupa dapat meningkatkan kepercayaan diri anak, mengurangi permasalahan yang berkaitan dengan perilaku, dan meningkatkan performa akademik di sekolah (E. Gracia &F. Gracia, 2009). Akan tetapi, jika tidak tepat pola asuh ini akan menjadi bumerang bagi orang tua itu sendiri yang dicerminkan dari kegagalan tahap perkembangan anak secara sosial berupa hadirnya tindakan kenakalan remaja.
Terdapat beberapa jenis gaya pola asuh. Seorang ahli pola asuh terkemuka, Diana Baumrind (1996, dalam Santrock, 2009, h.100-101) menyatakan bahwa, terdapat empat jenis atau bentuk utama gaya pengasuhan, diantaranya:
Pola Asuh Otoritarian (Authoritarian Parenting Style)
Gaya pola asuh ini bersifat membatasi dan menghukum, mendesak anak untuk mengikuti kata orangtua mereka, harus hormat pada orangtua mereka, memiliki tingkat kekakuan (strictness) yang tinggi, dan memiliki intensitas komunikasi yang sedikit. Baumrind (1996, dalam Santrock, 2009) menyatakan bahwa anak yang dididik secara otoritarian ini memiliki sikap yang kurang kompeten secara sosial, keterampilan komunikasi yang buruk, dan  takut akan perbandingan sosial. Dengan gaya otoritatif seperti ini anak dimungkinkan memberontak karena tidak terima atau bosan dengan pengekangan. Karena remaja cenderung ingin mencari tahu tanpa mau dibatasi. Dengan pola asuh ini, probabilitas munculnya perilaku menyimpang pada remaja menjadi semakin besar.
Pola Asuh Otoritatif (Authoritatve Parenting Style)
Menurut Chadler et al. (2009) gaya pola asuh ini memiliki karakteristik berupa intensitas tinggi akan kasih sayang, keterlibatan orang tua, tingkat kepekaan orangtua terhadap anak, nalar, serta mendorong pada kemandirian. Orangtua yang menerapkan pola asuh seperti ini memiliki sifat yang sangat demokratis, memberikan kebebasan kepada anak tetapi tetap memberi batasan untuk mengarahkan anak menentukan keputusan yang tepat dalam hidupnya. Anak yang dididik dengan pola asuh ini memiliki tingkat kompetensi sosial yang tinggi, percaya diri, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, akrab dengan teman sebaya mereka, dan mengetahui konsep harga diri yang tinggi. Sehinnga Baumrind (1996, dalam Santrock, 2009), pencetus teori ini, sangat mendukung sekali penerapan pola asuh ini di rumah. Karakteristik pola asuh ini dapat mengimbangi rasa keingintahuan remaja. Sehingga proses anak dalam menimbulkan perilaku tindakan antisosial cenderung bisa dibatasi. Karena walaupun anak dibebaskan, orangtua tetap terlibat dengan memberi batasan berupa peraturan yang tegas.
Pola Asuh Mengabaikan (Neglectful Parenting Style)
Pola asuh ini bercirikan orangtua yang tidak terlibat dalam kehidupan anak karena cenderung lalai. Urusan anak dianggap oleh orangtua sebagai bukan urusan mereka atau orangtua menganggap urusan sang anak tidak lebih penting dari urusan mereka. Baumrind (1971, 1996, dalam Santrock 2009) menyatakan anak yang diasuh dengan gaya seperti ini cenderung kurang cakap secara sosial, memiliki kemampuan pengendalian diri yang buruk, tidak memiliki kemandirian diri yang baik, dan tidak bermotivasi untuk berprestasi. Dalam konteks timbulnya  perilaku penyimpangan oleh remaja, pola asuh seperti ini menghasilkan anak-anak yang cenderung memiliki frekuensi tinggi dalam melakukan tindakan anti sosial. Karena mereka tidak biasa untuk diatur sehingga apa yang mereka mau lakukan, mereka akan lakukan tanpa mau dilarang oleh siapapun.
Pola Asuh Memanjakan (Indulgent Parenting Style)
Pola asuh seperti ini membuat orang tua menjadi sangat terlibat dengan anak-anak mereka. Mereka menuruti semua kemauan anak mereka, dan sangat jarang membatasi perilaku anak mereka. Anak yang dihasilkan dengan pola asuh seperti ini, merupakan anak-anak yang sulit untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri, karena terbiasa untuk dimanja (Diana Baumrind, 1996, dalam Santrock, 2009). Anak-anak ini dapat seenaknya untuk melakukan tindakan perilaku menyimpang, karena terbiasa dengan system “apa saja dibolehkan”. Sehingga kemungkinan timbul dan terulangnya perilaku menyimpang menjadi sangat besar.
Otoritatif, yang Terbaik?
Pola asuh otoritatif memang banyak memiliki kelebihan dari jenis pola asuh lain. Pola asuh ini sangat dikenal sebagai pola asuh yang paling berhasil untuk menghindarkan anak dari kenakalan remaja, meningkatkan self-esteem, motivasi, dan kesuksesan akdemik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chadler et al. (2009) memperlihatkan bahwa pola asuh otoritatif membuat anak sukses secara akademik, hasil nilai yang lebih tinggi di sekolah, dan kepercayaan diri yang tinggi. Tidak salah jika Diana Baumrind, pencetus teori ini, sangat mendukung penerapan pola asuh otoritatif ini.
Kepercayaan diri yang tinggi, teman yang banyak dan akrab, orangtua yang perhatian, individu yang cerdas di sekolah, membuat remaja cenderung bisa menahan diri dari perilaku penyimpangan. Pola asuh otoritatif juga membuktikan bahwa semakin banyak kebebasan, tuntutan, dan dukungan serta keterlibatan yang disediakan oleh orang tua membuat remaja ulet secara akademik (Chadler et al., 2009). Komposisi karakter yang dikedepankan untuk mendidik anak menjadi idaman bagi setiap anak untuk memiliki orangtua yang menrepkan pola asuh seperti ini. dengan ulet secara akademik ini maka hasil belajar yang didapat menjadi optimal. Baumrind dan Black (1967, dalam Chadler et al., 2009) menyatakan bahwa otoritatif memiliki asosiasi (keterkaitan) positif dengan performa akademik, sedangkan otoritarian dan permisif memiliki asosiasi sebaliknya.
Tetapi apa harus selalu otoritatif?. Dalam sebuah jurnal dipaparkan bahwa pola asuh yang memanjakan memiliki hasil yang lebih optimal dibandingkan dengan pola asuh lain, termasuk pola asuh otoritatif (E. Gracia &F. Gracia, 2009). Pola asuh ini digambarkan sebagai pola asuh yang tepat karena campuran dari rendahnya kekakuan (strictness) dan tingginya level kehangatan keluarga. Di beberapa negara Eropa bagian selatan, Amerika Selatan, dan juga konteks kultural lain remaja dari hasil penerapan pola asuh memanjakan (indulgent parenting style) menampilkan performa yang sama atau bahkan lebih baik dari remaja hasil didikan orang tua otoritatif (E. Gracia &F. Gracia, 2009). Dengan kehangatan lebih yang diberikan orangtua dan rendahnya kekakuan, pola asuh memanjakan  membuat anak bisa secara alami menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab yang seharusnya mereka pergunakan dengan sebaik mungkin. Sehingga dapat ditarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukan E. Gracia &F. Gracia (2009) bahwa remaja yang dididik dengan pola asuh yang memanjakan cenderung lebih bisa menahan diri dari perbuatan perilaku menyimpang.
Pola asuh memanjakan, jika dibandingkan dengan pola asuh lain yang dikemukakan oleh Baumrind, teori pola asuh ini dinilai memiliki hasil yang lebih positif. Dibandingkan dengan pola asuh otoritatif, anak yang dididik dari orangtua yang memanjakan memiliki kelebihan dalam hal adaptasi emosi dan pencapaian prestasi akademik. Anak yang dididik oleh orangtua yang menerapkan pola asuh memanjakan, cenderung lebih bisa bertanggung jawab secara emosional, memiliki kepercayaan diri yang tinggi secara emosional, dan memiliki performa yang baik dalam hal pencapaian nilai di kelas (E. Gracia &F. Gracia, 2009).
Akan tetapi Baumrind sendiri (1996, dalam Santrock, 2009) menyatakan bahwa orangtua yang memanjakan tidak mempertimbangkan perkembangan diri anak secara menyeluruh. Menurut penulis, hal ini merupakan kekurangan dari teori pola asuh memanjakan, jika dilihat dari kemurnian makna dan konteks penerapan pola asuh memanjakan ini di kehidupan nyata sekarang.
Dari satu pihak otoritatif dipandang lebih baik, dilain pihak teori pola asuh memanjakan juga dipandang lebih baik. Lalu pola asuh manakah yang paling baik untuk diterapkan. Dalam konteks yang umum, ternyata bisa diambil kesimpulan bahwa pola asuh yang paling baik adalah pola asuh yang memiliki karakteristik kombinasi antara tingginya intensitas pemberian kehangatan oleh keluarga, keterlibatan orangtua, rendahnya kekakuan (strictness), situasional dan kontekstual terhadap kondisi anak, serta tidak berpaku pada satu jenis karakteristik pola asuh tertentu. Dengan pemilihan pola asuh yang tepat, hasil negatif berupa kenakalan remaja, penyimpangan perilaku, delinquen, dan yang sejenisnya bisa diminimalisir karena orangtua dan remaja merasa dilibatkan. Serta orangtua dan anak mereka bisa saling memberi perhatian lebih satu sama lain.
Kesimpulan
Dari pemaparan makalah ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa terdapat empat jenis pola asuh menurut Baumrind (1996, dalam Santrock 2009) diantaranya;
Pola asuh otoritatif dikenal sebagai yang paling berhasil untuk menghindarkan remaja dari kenakalan remaja, meningkatkan self-esteem, motivasi, dan kesuksesan akdemik. Hal ini dikarenakan orang tua otoritatif sangat demokratis, memberikan kebebasan kepada remaja tetapi tetap memberi batasan mengarahkan anak menentukan keputusan yang tepat dalam menghindari mereka melakukan tindak penyimpangan.
Akan tetapi, teori pola asuh memanjakan dibandingkan dengan teori pola asuh lain dinilai memiliki hasil yang lebih positif, hal ini dikarenakan pola asuh ini memiliki sifat campuran dari rendahnya kekakuan (strictness) dan tingginya level kehangatan keluarga. Remaja yang dididik dengan pola asuh memanjakan cenderung lebih bisa menahan diri dari perbuatan perilaku menyimpang.
Tetapi, dinilai oleh salah satu seorang ahli pola asuh terkemuka bahwa pola asuh memanjakan tidak memperhatikan perkembangan menyeluruh remaja. Anak hasil didikan pola asuh memanjakan sulit untuk mengendalikan prilaku mereka sendiri karena terbiasa untuk dimanjakan.
Setelah dibandingkan dengan pola asuh lain berdasar hasil penelitian yang ada, dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh yang kontekstual, fleksibel, aplikatif, merupakan kombinasi dari kehangatan keluarga, memberikan intensitas keterlibatan orangtua yang tinggi, dan rendahnya asas kekauan (strictness) merupakan pola asuh yang bisa menjadi solusi terbaik dalam meminimalisir timbulnya kenakalan remaja.
Ternyata pola asuh otoritatif belum tentu yang paling baik untuk diterapkan dalam hal meminimalisir frekuensi terjadinya tindak perilaku penyimpangan sosial anak. Pola asuh ini masih menyimpan kelemahan-kelemahan dan dampak negatif jika dihadapkan dalam konteks tertentu. Dan hal itu berarti bertentangan dengan thesis yang diajukan penulis.
Ada baiknya kita bijaksana dalam menyikapi permasalahan kenakalan remaja ini. Dengan hasil pembahasan makalah ini, orangtua diharapkan mulai bercermin apakah pola asuh yang diterapkan telah sesuai, optimal, juga apakah telah memberikan kontribusi terhadap peminimalisiran perilaku menyimpang pada remaja. Refleksi diri adalah hal yang paling penting untuk menghasilkan hal terbaik sesuai yang diinginkan.


Daftar Pustaka
Astuti, R. D. (2005). Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemandirian Siswa dalam Belajar pada Siswa Kelas XI SMA Negeri Sumpiuh Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2005/2006: Skripsi Sarjana, tidak diterbitkan. Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Azhar, A., Dorso, E., Renk, A., & Silva, M. (2007). The Relationship among Parenting Styles Experienced during Childhood, Anxiety, Motivation, and Academic Success in College Students. [Versi Elektronik]. Journal college student retention, 9, 149-167.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. (2006). Tiap Tahun 15 Juta Remaja Melahirkan. http://www.bkkbn.go.id/popups/printRubrik.php?ItemID=517. Terbit 30 Desember 2006. diunduh pada tanggal 19 Juni 2010.
Badan Narkotika Nasional. (2009). Data Kasus Tindak Pidana Narkoba di Indonesia. http://www.bnn.go.id/konten.php?nama=DataKasus&op=detail_data_kasus&id=29&mn=3&smn=c. Terbit Januari 2009. diunduh pada tanggal 19 Juni 2010.
Chandler, M., Heffer, R.W., & Turner,E.A. (2009). The Influence of Parenting Styles, Achievment Motivation, and Self-efficacy on Academic Performance in College strudents. [Versi Elektronik]. Journal of College Student Development, 50, 337-346.
Gracia, E. &Gracia, F. (2009). Is Always Authoritative The Optimum Parenting Style? Evidence from Spanish Family. [Versi Elektronik]. ProQuest Education Journals, 44, 101-131.
Besembun, I., (2008). Gaya Pola Asuh Orangtua: Thesis Magister, tidak diterbitkan. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Persada Indonesia- YAI, Jakarta.
Maria, U. (2007). Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga dan konsep Diri Terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja: Thesis Magister, tidak diterbitkan. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Negeri Gadjah Mada, Jogjakarta.
Santrock, J.W. (2009). Psikologi Pendidikan. (A.Diana. Terj.) Jakarta: Salemba Humanika. (Karya asli diterbitkan).
Santrock, J.W. (2008). Adolesecence. New York: McGraw-Hill.